Hortikultura (BAB III)
A. JENIS-JENIS KERUSAKAN BAHAN PANGAN
Bila ditinjau dari penyebabnya maka kerusakan bahan
pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis,
fisik, biologis, dan kimia :
1. Kerusakan Mikrobiologis
Bermacam-macam mikroba
seperti kapang, bakteri, dan ragi mempunyai daya perusak terhadap bahan hasil
pertanian. Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisa atau mendegradasi
makromolekul-makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi
yang lebih kecil. Misalnya karbohidrat
menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam-asam
yang mempunyai atom karbon yang rendah. Protein dapat dipecahkan menjadi
gugusan peptida dan senyawa amida serta gas amoniak. Sedangkan lemak dapat
dipecah menjadi gliserol dan asam-asam lemak. Dengan terpecahnya karbohidrat
(pati, pektin, atau selulosa) maka bahan dapat mengalami pelunakan.
Terjadinya asam dapat
menurunkan pH, dan terbentuknya gas-gas hasil pemecahan dapat mempengaruhi bau
dan cita rasa bahan. Kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan yang
banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia
karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran yang cepat. Pada
umumnya kerusakan mikrobiologis ini tidak hanya terjadi pada bahan mentah,
tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun bahan hasil olahan. Bahan-bahan
yang telah rusak oleh mikroba dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya
bagi bahan-bahan lain yang masih segar. Karena bahan yang sedang membusuk
mengandung mikroba-mikroba yang masih muda dan dalam pertumbuhan ganas (log
phase) sehingga dapat menular dengan cepat ke bahan-bahan lain yang ada di
dekatnya.
2. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis
disebabkan oleh adanya benturan-benturan mekanis, misalnya benturan antara
bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan tersebut. Pada saat
bahan dilemparkan ke dalam unggukan atau ke dalam wadah, terjadi benturan
antara bahan dengan dinding wadah. Penanganan
bahan pangan khususnya sering kali menghasilkan kerusakan mekanis. Kerusakan
mekanis tersebut dapat terjadi pada waktu buah dipanen dengan alat. Misalnya
mangga atau durian, yang dipanen dengan galah bambu, dapat dirusak oleh galah
tersebut atau memar karena jatuh terbentur batu atau tanah keras.
Beberapa umbi-umbian
mengalami cacat karena tersobek atau terpotong oleh cangkul atau alat penggali
yang lain. Tertindihnya bahan-bahan pangan oleh benda lain dapat menyebabkan
kerusakan bahan secara mekanis. Kerusakan mekanis juga banyak terjadi selama
pengangkutan. Barang-barang yang diangkut secara bulk transportation, bagian
bawahnya akan tertindih dan tertekan bagian atas dan sampingnya sehingga
mengalami pememaran, apalagi di dalam kendaraan yang berjalan bahan sering
terguncang dengan kuat sehingga banyak mengalami kerusakan mekanis. Kerusakan
mekanis juga dapat disebabkan oleh bahan terjatuh dari tangan atau alat
pengangkutan sehingga terbentur dengan benda-benda keras seperti batu atau
tanah. Akibatnya bahan mengalami pememaran.
3. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik
disebabkan oleh perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya dalam pengeringan terjadi
case hardening, dalam pendinginan terjadi chilling injuries atau freeze
injuries, pada bahan yang dibekukan terjadi freezer burn, dan pada penggorengan
atau pembakaran yang terlalu lama terjadi kegosongan. Kerusakan dingin
(chilling injuries) ini disebabkan oleh toksin yang terdapat dalam tenunan
hidup. Dalam keadaan netral, toksin ini dapat dinetralkan oleh senyawa lain. Di
dalam tanaman diduga toksin yang dikeluarkan adalah asam khlorogenat yang dapat
dinetralkan oleh asam askorbat. Dalam proses pendinginan kecepatan produksi
toksin akan bertambah cepat, sedangkan detoxifikasi menurun, akibatnya sel-sel
tanaman akan keracunan dan mati kemudian membusuk. Kemungkinan lain kerusakan
dingin ini disebabkan oleh adanya 2 macam asam lemak yang terdapat dalam
mitokondria, yaitu asam lemak yang peka terhadap pendinginan dan asam lemak
yang tahan terhadap pendinginan. Diduga bahwa asam lemak yang peka terhadap
pendinginan adalah asam linolenat, sedangkan asam lemak yang tahan terhadap
pendinginan adalah asam palmitat. Apabila kadar asam linolenat yang terdapat
dalam mitokondria lebih besar daripada asam palmitat maka bahan akan peka
terhadap pendinginan.
Demikian pula sebaliknya, apabila kadar asam palmitat
lebih besar daripada asam linolenat maka bahan akan tahan terhadap pendinginan. Ada beberapa teori
mengenai terjadinya kerusakan beku (freezing injuries), di antaranya teori yang
terbaru, yaitu kerusakan beku disebabkan oleh kadar air yang terdapat di antara
sel-sel tenunan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es. Kristal es
tersebut makin lama akan menjadi besar dengan cara menyerap air dari dalam
sel-sel di sekitarnya sehingga sel-sel menjadi kering. Akibat dehidrasi ini,
ikatan sulfihidril (S-H) dari protein akan berubah menjadi ikatan disulfida (-S
-S) sehingga fungsi protein secara fisiologis akan hilang, demikian juga enzim
akan kehilangan fungsinya sehingga metabolisme berhenti dan sel-sel akan mati,
kemudian membusuk.
Penyimpanan dalam gudang yang basah dapat menyebabkan bahan
dapat menyerap air, misalnya terjadi hardening pada tepung-tepung yang kering
sehingga tepung-tepung tersebut akan mengeras atau membatu. Atau proses
pengeringan yang tidak tepat pada tepung albumin dapat mengakibatkan hilangnya
daya buih atau menyebabkan daya rehidrasi yang sangat rendah. Kerusakan-kerusakan
yang terjadi karena lembabnya penyimpanan dapat menyebabkan Aw (water activity)
dari bahan meninggi sehingga memberi peluang kepada bentuk-bentuk kerusakan
mikrobiologis untuk ikut aktif. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama
dengan bentuk kerusakan lainnya. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dalam pengolahan
bahan pangan menyebabkan cita rasa yang menyimpang dan kerusakan terhadap
kandungan vitaminnya. Penggunaan suhu tinggi tersebut menyebabkan thermal
degradation dari senyawa-senyawa dalam bahan
pangan sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan mutu bahan. Adanya
sinar juga dapat merangsang terjadinya kerusakan bahan, misalnya pada lemak.
4. Kerusakan Biologis
Yang dimaksud dengan
kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan fisiologis,
serangga dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan fisiologis meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh
enzim-enzim yang terdapat di dalamnya secara alami sehingga terjadi proses
autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan. Serangga dan binatang
pengerat dapat menyerang bahan baik di lapangan maupun di dalam gudang. Tikus
misalnya dapat menyebabkan kerusakan beberapa macam pembungkusnya dan kemudian
memakan isinya. Beberapa macam serangga dapat merusak biji-bijian dan
kacang-kacangan baik di lapangan maupun di gudang sehingga bahan hancur atau
rusak. Masuknya ulat dari serangga ke dalam buah dan sayuran dapat merusakkan
bagian dalam, dan biasanya hal ini merupakan jalan masuk (port de antre) bagi
mikroba pembusuk untuk tumbuh dan merusak bahan.
5. Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia bisanya
saling berhubungan dengan kerusakan lain, misalnya adanya panas yang tinggi
pada pemanasan minyak mengakibatkan rusaknya beberapa asam lemak yang disebut
thermal oxidation. Adanya oksigen dalam minyak menyebabkan terjadinya oksidasi
pada asam lemak tidak jenuh, yang mengakibatkan pemecahan senyawa tersebut atau
menyebabkan terjadinya ketengikan minyak. Kerusakan biologis biasanya juga
merupakan kerusakan kimia karena reaksi enzimatis biasanya aktif dalam proses
kerusakan tersebut. Adanya sinar dapat membantu terjadinya kerusakan kimia,
misalnya oksidasi lemak atau menjadi lunturnya warna bahan. Pada perubahan pH
suatu jenis pigmen, seperti khlorofil dan antosianin, dapat mengalami perubahan
warna.
Penyimpangan warna normal
sering diartikan dengan kerusakan. Demikian juga protein dapat mengalami
denaturasi dan penggumpalan dengan adanya perubahan pH. Terjadinya noda-noda
hitam pada makanan kaleng yang disebabkan oleh senyawa FeS merupakan kerusakan
kimia yang disebabkan enamel/lapisan dalam kaleng tidak baik dan terjadi reaksi
dengan H2S yang diproduksi oleh makanan tersebut. Reaksi browning pada beberapa
bahan dapat terjadi secara enzimatis maupun nonenzimatis. Browning secara
nonenzimatis ini dapat menyebabkan timbulnya warna yang tidak diinginkan, yaitu
cokelat, dan hal ini juga merupakan kerusakan kimia.
FAKTOR UTAMA KERUSAKAN
SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN
Kerusakan bahan pangan
dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas
mikroba terutama bakteri, kapang, dan khamir; aktivitas enzim-enzim di dalam
bahan pangan, serangga, parasit, dan tikus, suhu termasuk suhu pemanasan dan
pendinginan, kadar air, udara termasuk oksigen, sinar, dan waktu.
(Bakteri, Kapang, dan Khamir)
Mikroba penyebab
pembusukan makanan dapat ditemukan di mana saja baik di tanah, air, udara, di
atas kulit atau bulu dari ternak, dan di dalam usus. Beberapa mikroba juga
ditemukan di atas kulit buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
Mikroba biasanya secara normal tidak ditemukan di dalam tenunan hidup misalnya
daging hewan, daging buah atau air buah. Misalnya susu dari sapi yang sehat
mula-mula steril ketika masih di dalam kelenjar susu, kemudian setelah diperah
akan mengalami kontaminasi dari udara, wadah atau dari pemerah sendiri.
Buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan akan mengalami
kontaminasi setelah dikupas kulitnya. Tumbuhnya bakteri, khamir, atau kapang di
dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa di antaranya
dapat menghidrolisa pati dan selulosa atau menyebabkan fermentasi gula,
sedangkan lainnya dapat menghidrolisa lemak dan menyebabkan ketengikan, atau
dapat mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak.
Beberapa mikroba tersebut
dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin, dan lain-lain. Jika
makanan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara maka akan terdapat
pertumbuhan campuran beberapa tipe mikroba. Bakteri, khamir, dan kapang senang
dengan keadaan yang hangat dan lembab. Sebagian besar bakteri mempunyai suhu
pertumbuhan antara 450°C - 550°C dan disebut golongan bakteri termofilik.
Beberapa bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 200°C- 450°C yang disebut
bakteri mesofilik, dan yang lainnya mempunyai suhu pertumbuhan di bawah 200°C
disebut psikrofilik. Spora dari kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri
pada suhu air mendidih, dan kemudian bila suhu turun akan bergerminasi dan
bertambah.
Beberapa bakteri dan
semua kapang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan, mikroba ini disebut mikroba
aerobik. Sebaliknya, mikroba yang lain tidak dapat tumbuh bila ada oksigen,
mikroba ini disebut mikroba anaerobik. Dalam keadaan optimum bakteri
memperbanyak diri dengan cepat. Dari satu sel menjadi dua sel hanya memerlukan
waktu 20 menit, dan seterusnya tumbuh dan berlipat ganda menurut fungsi
eksponensial. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba di antaranya
adalah air, RH, suhu, pH, oksigen, mineral, dan lain-lain.
Komentar
Posting Komentar