Dampak Revolusi Hijau
Dear Guys,
Berikut ini dampak-dampak dari Revolusi Hijau serta Alur Strategi dalam memghadapi kelemahan Revolusi Hijau :
Von Uexkull (1992) mengakui bahwa penggunaan pupuk secara keliru dapat merusak lingkungan. Penggunaan nitrogen secara berlebihan dapat ikut mencemarkan air tanah. Penggunaan nitrogen yangtimpang mempercepat pengurasan unsur hara lain dalam tanah dan dapat menyebabkan pemasaman tanah. Penggunaan nitrogen berlebihan dan fosfat secara keliru dapat menimbulkan eutrofikasi badan-badan air. Memang perlu perbaikan dalam efisiensi penggunaan pupuk, seperti neraca hara yang lebih baik untuk
melawan pengurasan hara tanah dan pemasaman tanah, teknik penerapan yang lebih baik untuk memperbaiki serapan hara dan mengurangi kehilangan hara dan perbaikan menyeluruh budidaya tanaman.
melawan pengurasan hara tanah dan pemasaman tanah, teknik penerapan yang lebih baik untuk memperbaiki serapan hara dan mengurangi kehilangan hara dan perbaikan menyeluruh budidaya tanaman.
Von Uexkull tidak percaya Low Input Sustainable Agriculture (LISA) atau Low External Input Sustainable Agricultue (LEISA) dapat dijadikan alternatif yang dapat dilaksanakan di Asia bagi strategi revolosi hijau. Tanpa pupuk kimia penduduk akan berusaha merambah lahan piasan untuk budidaya, mempercepat perusakan hutan rimba (rain-forest) yang masih ada, membudidayakan lebih banyak lahan-lahan terjal dan memberatkan yang diperuntukkan produksi padi juga cepat menjadi korban pemekaran kota, pendirian
pusat-pusat perbelanjaan dan kawasan industri. Pencemaran, banjir, penggaraman sistem-sistem irigasi dan kehilangan lapisan tanah atasan juga ikut menurunkan hasil panen. Lester Brown, direktur Worldwatch Institute, mengatakan bahwa faktor-faktor negatif ini mulai meniadakan daya pengaruh positif revolu
si teknologi dalam pertanian ahli-ahli lain bahkan terus terang mengatakan bahwa revolusi hijau telah sampai pada akhir perjalanannya (Kinley, 1990).
pusat-pusat perbelanjaan dan kawasan industri. Pencemaran, banjir, penggaraman sistem-sistem irigasi dan kehilangan lapisan tanah atasan juga ikut menurunkan hasil panen. Lester Brown, direktur Worldwatch Institute, mengatakan bahwa faktor-faktor negatif ini mulai meniadakan daya pengaruh positif revolu
si teknologi dalam pertanian ahli-ahli lain bahkan terus terang mengatakan bahwa revolusi hijau telah sampai pada akhir perjalanannya (Kinley, 1990).
Revolusi hijau telah dapat mengamankan pangan selama 20 tahun sebelum hasil panen padi mencapai plato dan berbagai persoalan baru muncul. Menurut para analis IRRI kalau sampai terjadi penurunan produksi
padi Asia 5 % saja, menurut surplus beras dunia yang ada sekarang akan terserap habis. Diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk dapat menembus plato hasilpanen padi, tanpa harus menerima akibat sampingan
merugikan sebagaimana yang telah terjadi dengan revolusi hijau. Strategi revolusi hijau Asia tidak mampu diulangi karena persoalan-persoalan berat yang mengikutinya. Pengusahaan pertanian secara sangat intensif telah mendegradasi tanah di beberapa daerah sangat gawat. Epidemi hama, khususnya wereng coklat, yang muncul berulang kali telah menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman padi di Indonesia, Filipina dan Vietnam. Hal yang berkenaan dengan penanaman sinambung 2 - 3 kali setahun beberapa varietas unggul padi yang sekeluarga secara genetik dan mirip. Dalam pola pertanaman seperti ini jangka hidup efektif suatu varietas padi tahan hama menurun tinggal 3 - 5 tahun. Penggunaan insektisida spektrum lebar tanpa pandang bulu mengurangi musuh alami hama, menaikkan biaya produksi tanpa memperoleh pengendalian hama
secara efektif, dan sisanya yang berlebihan merugikan ekosistem (Kinley, 1990; Chang
1991).
Penggunaan pupuk N berlebihan dapat berdaya pengaruh buruk atas lingkungan. Pengutamaan hara N daripada hara lain, seperti P, K, S, Ca dan hara mikro, dan pupuk organik mengarah ke penimpangan hara dalam tanah dan selanjutnya menurunkan produktivitas tanah. Menurut Chang rangsangan yang diberikan kepada para petani untuk hasil panen yang meningkat cepat tidak berarti karena biaya tenaga kerja dan bahan kimia, khususnya pupuk N, terus meningkat. Filipina dan Indonesia mengalami kesulitan mempertahahankan ekonomi padi yang seimbang setelah mencapai swasembada. Bantuan pemerintah terus
menerus secara besar-besaran menjadi beban sangat berat. Maka Indonesia secara berangsur menaikkan harga pupuk, subsidi pada sarana produksi akhirnya dihapus sama sekali, dan petani ditarik bayaran untuk layanan irigasi. Sekalipun telah diupayakan memperbaiki efisiensi pemupukan, akan tetapi baru pada pemupukan N, namun dampak menguntungkan pada ekonomi usahatani belum jelas.
Apa yang terjadi sekarang di negara-negara sedang berkembang dengan revolusi hijau merupakan ulangan apa yang pernah terjadi di negara-negara maju sewaktu mereka melancarkan pengembangan pertanian dengan hampiran industri. Bersamaan dengan keberhasilan memperoleh hasilpanen berlimpah terjadi kerusakan lingkungan dan pemiskinan lahan (Anon.,1991). Sadar akan kelemahan revolusi hijau Asia, IRRI bekerja keras mengembangkan revolusi hijau baru dengan menggunakan tiga alur strategi (Kinley,1990).
Alur pertama ialah mengadaptasikan revolusi hijau pada lahan-lahan yang kurang diunggulkan yang
sampai sekarang terlupakan, yaitu lahan tadah hujan yang kehidupan petaninya bergantung pada hujan monsun yang tidak teramalkan. Padahal bagian terbesar penghasil padi dunia mengusahakan lahan semacam itu. Varietas padi modern yang dikembangkan sekarang kebanyakan rentan kekeringan, kebanjiran, suhu
rendah dan kegaraman. Maka alur strategi ini didukung dengan pemuliaan adaptif yang keunggulan varietas adalah berdaya hasilpanen tinggi dibawah cekaman (stress) lingkungan. Strategi ini bertolak belakang dengan yang sampai sekarang dianut yang penciptaan varietas unggul bersyaratkan ketiadaan cekaman lingkungan. Maka pengembangannya memilih lahan yang memang tidak mengandung cekaman, atau dengan menghilangkan Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)10cekaman. Maka meskipun mahal, sistem irigasi harus diadakan, pemupukan berat dengan pemupukan kimia harus dilaksanakan, dan perlindungan pertanaman secara kimiawi mutlak diperlukan.
sampai sekarang terlupakan, yaitu lahan tadah hujan yang kehidupan petaninya bergantung pada hujan monsun yang tidak teramalkan. Padahal bagian terbesar penghasil padi dunia mengusahakan lahan semacam itu. Varietas padi modern yang dikembangkan sekarang kebanyakan rentan kekeringan, kebanjiran, suhu
rendah dan kegaraman. Maka alur strategi ini didukung dengan pemuliaan adaptif yang keunggulan varietas adalah berdaya hasilpanen tinggi dibawah cekaman (stress) lingkungan. Strategi ini bertolak belakang dengan yang sampai sekarang dianut yang penciptaan varietas unggul bersyaratkan ketiadaan cekaman lingkungan. Maka pengembangannya memilih lahan yang memang tidak mengandung cekaman, atau dengan menghilangkan Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada (2006)10cekaman. Maka meskipun mahal, sistem irigasi harus diadakan, pemupukan berat dengan pemupukan kimia harus dilaksanakan, dan perlindungan pertanaman secara kimiawi mutlak diperlukan.
Alur strategi kedua melengkapi pemuliaan adaptif berupa menciptakan suatu ragam tanaman alternatif dengan arsitektur baru yang dapat menerobos plato hasilapanen. Hal ini akan dicapai dengan menerapkan rekayasa genetik berdasarkan pemahaman biologi molekuler padi. Diharapkan dengan strategi ini hasil panen padi dalam waktu 5 - 10 tahun mendatang dapat dinaikkan sebesar 30 - 40%.
Alur strategi ketiga ialah mendapatkan dan mengembangkan alternatif biologi untuk pupuk kimia dan pestisida yang mahal, yang dapat membantu petani miskin membengkakkan keluaran. Pupuk hayati (biofertilizers) yang dikembangkan termasuk tanaman penambat N berupa pohon dan tanaman air untuk pupuk hijau dan membangun biomassa tanah. Pencarian altenatif biologi tidak hanya berkenaan dengan harga pupuk pabrik yang makin meningkat, akan tetapi juga berkenaan dengan penjagaan produktivitas tanah dan keterlanjutan ekologi
Sumber :
Von Uexkull, H.R. 1992. Sustainability in the Asian context. Far Eastern Agriculture, July/August: 12-14.
Sumber :
Von Uexkull, H.R. 1992. Sustainability in the Asian context. Far Eastern Agriculture, July/August: 12-14.
Anon. 1991. Promoting sustainable agriculture, UNDP Annual Report. h 10-11.
Kinley, D. 1990. Can the green revolution enduro? World Development 3(3):19-23.
Komentar
Posting Komentar