Pestisida Nabati
Kekayaan alam hayati yang dimiliki Indonesia sangat
berlimpah dan beraneka ragam, sehingga disebut negara mega-biodiversity.
Pulau Sumatera saja misalnya, dengan luas daratan 476.000 km2 memiliki lebih dari
10.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi yang umumnya hidup di hutan dataran
rendah. Hutan region sunda (termasuk Sumatera) memiliki jenis tumbuhan terkaya di
dunia. Kekayaan alam ini tentu saja menjadi potensi bagi kemaslahatan hidup
manusia yang ada di sekitarnya jika dipelajari dan dimanfaatkan secara arif. Interpretasi
citra landsat dalam 5 tahun terakhir menunjukkan laju deforestasi
mencapai 2,8 juta ha pertahun. Tentu saja hal ini akan mengancam entitas dan
kelestarian plasma nutfah botani Indonesia, khususnya yang berpotensi besar sebagai
penghasil pestisida nabati. Lebih jauh, terjadinya penurunan kearifan
tradisional oleh masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan dan masuknya
teknologi pertanian non-organik (insektisida kimia) semakin mengancam
keberadaan jenis-jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati tersebut. Oleh
karena itu, upaya pendokumentasian pengetahuan dan kearifan masyarakat tradisional
tersebut perlu dilakukan untuk menyelamatkan keberadaan jenis-jenis tumbuhan penghasil
pestisida tersebut. Jenis-jenis tumbuhan yang diinformasikan dalam buku
pegangan ini adalah jenis-jenis tumbuhan yang masih dan pernah dimanfaatkan
oleh masyarakat tradisional dalam pengendalian hama.
Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat
penggunaan pestisida kimia, mendorong dibuat kesepakatan internasional untuk
memberlakukan pembatasan penggunaan bahan-bahan kimia pada proses produksi
terutama pestisida kimia sintetik dalam pengendalian hama dan penyakit di
bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan dan mulai mengalihkan kepada pemanfaatan
jenis-jenis pestisida yang aman bagi lingkungan. Kebijakan ini juga sebagai konsekuensi
implementasi dari konferensi Rio de Jainero tentang pembangunan yang berkelanjutan.
Kebijakan ditingkat internasional telah mendorong
pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan nasional dalam perlindungan
tanaman, untuk menggalakkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan
mengutamakan pemanfaatan agens pengendalian hayati atau biopestisida termasuk
pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem PHT yang dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995. Karena pemanfaatan agens pengendalian
hayati atau biopestisida dalam pengelolaan hama dan penyakit dapat memberikan hasil
yang optimal dan relatif aman bagi makhluk hidup dan lingkungan. Dalam perkembangannya,
kemudian dilakukan pengurangan peredaran beberapa jenis pestisida dengan
bahan aktif yang dianggap persisten, yang antara lain
dituangkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 473/Kpts/Tp.270/6/1996.
Dalam era globalisasi, kebijakan ini juga sebagai salah
satu syarat untuk kualitas produk ekspor, sehingga meningkatkan daya saing
produk kita, baik di pasar lokal, regional maupun di pasar internasional.
Terkait dengan hal tersebut, kemudian para peneliti di bidang kehutanan khususnya
peneliti perlindungan hutan mulai tertarik untuk melakukan penelitian dan pemanfaatan
biopestisida dan pestisida nabati dalam kegiatan perlindungan hutan. Walaupun sampai
saat ini penelitian dan pemanfaatan biopestisida, khususnya pestisida nabati
masih terbatas pada skala laboratorium dan persemaian, namun peluang dan
prospek pemanfaatan biopestisida dalam pengendalian hama dan penyakit cukup
menjanjikan karena beberapa keunggulan yang dimilikinya. Dalam mendukung
kebijakan tersebut di atas, penggunaan pestisida nabati dalam kegiatan
perlindungan tanaman perlu selalu dipromosikan dan dimasyarakatkan. Salah satu upaya
pemasyarakatan tersebut adalah dengan penyebarluasan informasi jenis-jenis
tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati, yang dapat dimanfaatkan dalam
pengendalian hama dan penyakit.
Artikel ini menyajikan informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan
yang berpotensi sebagai pestisida nabati yang merupakan jenis etnobotani
Sumatera, yang merupakan hasil penggalian dan eksplorasi dari beberapa desa
pada enam provinsi di Sumatera, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Bengkulu, Jambi, Riau dan Bangka-Belitung.
Mengenal Pestisida Nabati
Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai suatu
pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Menurut FAO (1988) dan US
EPA (2002), pestisida nabati dimasukkan ke dalam kelompok pestisida biokimia
karena mengandung biotoksin. Pestisida biokimia adalah bahan yang terjadi
secara alami dapat mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik. Secara
evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami
terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan metabolit
sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme
pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif, walaupun hanya sekitar
10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi
sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Grainge et
al., 1984 dalam Sastrosiswojo (2002), melaporkan ada 1800 jenis
tanaman yang mengandung pestisida nabati yang dapat digunakan untuk
pengendalian hama. Di Indonesia, sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan
penghasil pestisida nabati, dan diperkirakan ada sekitar 2400 jenis tanaman
yang termasuk ke dalam 235 famili (Kardinan, 1999). Menurut Morallo-Rijesus
(1986) dalam Sastrosiswojo (2002), jenis tanaman dari famili Asteraceae,
Fabaceae dan Euphorbiaceae, dilaporkan paling banyak mengandung bahan
insektisida nabati.
Nenek moyang kita telah mengembangkan pestisida nabati
yang ada di lingkungan pemukimannya untuk melindungi tanaman dari serangan
pengganggunya secara alamiah. Mereka memakai pestisida nabati atas dasar
kebutuhan praktis dan disiapkan secara tradisional.
Tradisi ini akhirnya hilang karena desakan teknologi yang
tidak ramah lingkungan. Kearifan nenek moyang kita bermula dari kebiasaan
menggunakan bahan jamu (empon-empon = Jawa), tumbuhan bahan racun (gadung, ubi
kayu hijau, pucung, jenu = Jawa), tumbuhan berkemampuan spesifik (mengandung
rasa gatal, pahit, bau spesifik, tidak disukai hewan/serangga, seperti
awarawar,rawe, senthe), atau tumbuhan lain berkemampuan khusus terhadap
hama/penyakit (biji
srikaya, biji sirsak, biji mindi, daun mimba, lerak, dll).
Beberapa keuntungan/kelebihan penggunaan pestisida nabati
secara khusus dibandingkan
dengan pestisida konvensional (Gerrits dan Van Latum,
1988) dalam Sastrosiswojo, 2002)
adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai sifat cara kerja (mode of action)
yang unik, yaitu tidak meracuni (non toksik).
2. Mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari
lingkungan serta relatif aman bagi manusia
dan hewan peliharaan karena residunya mudah hilang.
3. Penggunaannya dalam jumlah (dosis) yang kecil atau
rendah.
4. Mudah diperoleh di alam, contohnya di Indonesia sangat
banyak jenis tumbuhan penghasil
pestisida nabati.
5. Cara pembuatannya relatif mudah dan secara
sosial-ekonomi penggunaannya
menguntungkan bagi petani kecil di negara-negara berkembang.
Jenis-jenis Tumbuhan yang Berpotensi sebagai Penghasil
Pestisida Nabati
Jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai pestisida nabati merupakan hasil penggalian/pencarian dari beberapa
desa pada enam provinsi di kepulauan Sumatera, yaitu Jambi, Riau, Bengkulu,
Sumatera Barat, Bangka-Belitung, dan Sumatera Utara. Pendekatan pencarian ini
berdasarkan penggunaannya dalam pengendalian hama tanaman, hama ternak dan racun
ikan secara tradisional oleh masyarakat. Berikut ini adalah gambar beberapa jenis
tumbuhan hasil eksplorasi pada enam provinsi di kepulauan Sumatera yang sampai
saat ini
masih dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.
Teknik Pembuatan Pestisida Nabati
Pembuatan pestisida nabati dapat dilakukan secara
sederhana dan secara laboratorium. Pembuatan pestisida nabati, yaitu dalam
bentuk ekstrak secara sederhana (jangka pendek) dapat
dilakukan oleh petani, dan penggunaannya biasanya
dilakukan sesegera mungkin setelah pembuatan ekstrak. Pembuatan secara
sederhana ini berorientasi kepada penerapan usaha tani berinput rendah. Sedangkan
cara laboratorium (jangka panjang) biasanya dilakukan oleh tenaga
ahli yang sudah terlatih dan hasil kemasannya
memungkinkan untuk disimpan relatif lama. Pembuatan cara laboratorium
berorientasi pada industri, membutuhkan biaya tinggi, sehingga produk pestisida
nabati menjadi mahal, bahkan kadang lebih mahal daripada pestisida
sintetis. Oleh karena itu pembuatan dan penggunaan
pestisida nabati dianjurkan dan diarahkan kepada cara sederhana, terutama untuk
luasan terbatas dan dalam jangka waktu penyimpanan
yang juga terbatas.
Pembuatan pestisida nabati dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :
1. Penggerusan, penumbukan, pembakaran atau pengepresan
untuk menghasilkan produk
berupa tepung, abu atau pasta.
2. Perendaman untuk produk ekstrak.
Pembuatan ekstrak ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara :
* Tepung tumbuhan + air
* Tepung tumbuhan + air, kemudian
dipanaskan/direbus
* Tepung tumbuhan + air +
deterjen
* Tepung tumbuhan + air +
surfaktan (pengemulsi) pestisida
* Tepung
tumbuhan + air + sedikit alkohol/metanol + surfaktan.
3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut
disertai perlakuan khusus oleh tenaga
yang terampil dan dengan peralatan yang khusus.
Pemanfaatan tumbuhan penghasil pestisida nabati dalam
pengendalian hama sudah banyak dilakukan, terutama di bidang pertanian dan
perkebunan dan hasilnya efektif. Penggunaan suatu pestisida nabati akan lebih
baik hasilnya atau lebih efektif apabila dipadukan dengan pestisida nabati
lainnya. Aplikasinya dapat dilakukan secara pencampuran atau secara
berselang-seling, misal ekstrak daun sirsak dan ekstrak biji mimba. Penggunaan
pestisida nabati juga dapat dipadukan dengan musuh alami bila bahan pestisida
nabati tersebut tidak beracun bagi musuh
alami.
Penutup
Keanekaragaman jenis tanaman yang berpotensi sebagai
bahan pestisida nabati sangat tinggi; namun sampai saat ini pemanfaatannya
sebagai bahan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman belum optimal.
Salah satu faktor penyebabnya adalah belum optimalnya sosialisasi pemanfaatan
pestisida nabati dalam pengendalian hama dan penyakit kepada masyarakat. Diharapkan
adanya informasi jenis-jenis tanaman yang berpotensi sebagai bahan penghasil
pestisida nabati dan pemanfaatannya dapat membantu masyarakat dalam mengenal dan
memanfaatkan jenis-jenis tersebut dalam pengendalian hama dan penyakit pada
tanaman.
Daftar Pustaka
FWI dan GFW. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor,
Indonesia: Forest Watch
Indonesia dan Washington D.C. Global Forest Watch.
Kardinan, A. 1999. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sastrosiswojo, S. 2002. Kajian Sosial Ekonomi dan Budaya
Penggunaan Biopestisida di
Indonesia. Makalah pada Lokakarya Keanekaragaman Hayati
Untuk Perlindungan
Tanaman, Yogyakarta, Tanggal 7 Agustus 2002.
Whitmore, T.C., 1975. Tropical Rain Forests of the Far
East. Clarendon Press. Oxford
Whitten T., S.J. Damanik, J. Anwar dan N. Hisyam, 1997.
The Ecology of Sumatra. Periplus
Editions (HK) Ltd. Singapore.
Cara Pembuatan Pestisida Nabati adalah sebagai Berikut :
Daun Pepaya mengandung bahan aktif papain sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap.
Cara pembuatannya:
Cara Pembuatan Pestisida Nabati adalah sebagai Berikut :
- Bahan Baku “Daun Pepaya (Carica papayaL)”
Daun Pepaya mengandung bahan aktif papain sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap.
Cara pembuatannya:
- 1 kg daun pepaya segar di rajang
- Hasil rajangan direndam dalam 10 liter air ditambah 2 sendok makan minyak tanah, 30 grm detergen, dan di diamkan semalaman.
- Saring larutan hasil perendaman dengan menggunakan kain halus
- Semprotkan larutan hasil saringan ke tanaman
Daun Nimba mengandung Azadirachtin, salanin, nimbinen, dan meliantrol. Efektif mengendalikan ulat, hama penghisap, jamur, bakteri, nematoda dll,
Cara pembuatan :
- Tumbuk halus 200-300 gr biji nimba: rendam dengan 10 liter air semalam, aduk rata dan saring, siap disemprotkan ke tanaman.
- Tumbuk halus 1 kg daun nimba kering bisa juga dengan daun segar rendam dalam 10 liter air semalam, aduk rata, saring, dan siap untuk di semprotkan ke tanaman.
- Pestisida Nabati “Daun Sirsak(Annona muricata L)“
Daun sirsak mengandung bahan aktif Annonain dan Resin efektif mengendalikan hama trip.
Cara Pembuatan :
- Tumbuk halus 50-100 lembar daun sirsak
- Rendam dalam 5 liter air+15 grm detergen,aduk rata dan diamkan semalaman
- Saring dengan kain halus.
- Di cairkan kembali 1 liter larutan pestisida dengan 10-15 liter air
- Siap disemprotkan ke tanaman.
- Pestisida Nabati “Srikaya (Annona squamosa)”
Srikaya megandung annonain dan resin. Efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap.
Cara pembuatan :
- Tumbuk hingga halus 15-25 gr biji srikaya
- Rendam dalam 1 liter air,1 gr detergen, aduk rata dan dibiarkan 1 malam kemudian saring dan siap disemprotkan ke tanaman.
- Pestisida “Tembakau (Nicotiana tabacum)”
Daun tembakau mengandung bahan aktif nikotin. Pestisida nabati daun tembakau efektif mengendalikan hama penghisap.
Cara pembuatan pestisida nabati daun tembakau adalah sebagai berikut :
- Rajang 250 grm (empat genggam) daun tembakau dan rendam dalam 8 liter air selama semalam
- Ambil daun tebakau dan tambahan 2 sendok teh detergen kedalam larutan hasil rendaman
- Aduk larutan secara merata kemudian saring
- Semprotkan larutan hasil penyaringan ke tanaman
- Pestisida “Bawang Putih (Allium sativum)”
Pestisida nabati bawang putih efektif untuk mengendalikan beberapa hama.
Cara pembuatan pestisida nabati bawang putih sebagai berikut:
- Gerus /Parut 100 grm bawang putih campur dengan 0,5 liter air 10 grm detergen, dan 2 sendok teh minyak tanah.
- Didiamkan selama 24 jam, kemudian saring dengan kain halus
- Encerkan larutan hasil penyaringan hingga 20 kali volumenya dan semprotkan ke tanaman.
http://sulut.litbang.pertanian.go.id/index.php/106-infoteknologi4/673-pestisida-nabati-dan-cara-pembuatannya [Diakses tanggal : 5 September 2018]
Komentar
Posting Komentar