Tanaman Pangan di Indonesia
Tanaman
pangan sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki posisi strategis dalam
penyediaan kebutuhan, sumber lapangan kerja dan pendapatan, serta sumber
devisa. Pembangunan tanaman pangan akan berhadapan dengan berbagai perubahan
lingkungan strategis baik bersifat internal maupun eksternal antara lain
globalisasi perdagangan yang semakin dinamis, perubahan iklim, tuntutan
lingkungan yang berkelanjutan, keterbatasan sumber daya lahan, perubahan
perilaku konsumen, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, pembangunan
harus dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, akuntabel, dan berkelanjutan
sehingga pembangunan tersebut memberikan jaminan kehidupan yang cukup dan memperhatikan
kebutuhan generasi berikutnya.
Tanaman
padi merupakan jenis serealia sumber karbohidrat utama di Indonesia, makanan
pokok untuk sebagian besar penduduk yang berjumlah 25,1 juta jiwa dengan
tingkat konsumsi beras cukup tinggi 139 kg per kapita (BPS 2011). Beberapa
tahun terakhir peningkatan produksi padi mengalami stagnasi, bahkan cenderung
terjadi penurunan. Dalam kurun waktu 2010 - 2015 tingkat pertumbuhan produksi
padi hanya mencapai kurang dari 3% lebih rendah dibanding kurung waktu lima
tahun sebelumnya (Ditjen Tanaman Pangan 2013). Produktivitas padi secara
nasional pada tahun 2010 mencapai 5,01 t/ha sedikit mengalami penurunan menjadi
4,94 t/ha pada tahun 2011 (BPS 2011). Kondisi demikian menyebabkan Indonesia
mengimpor beras sebesar 2 juta ton untuk mengisi stok pangan nasional. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah.
Untuk
mengatasi kekurangan persediaan pangan nasional, salah satu di antaranya adalah
menggalakkan program diversifikasi pangan yaitu melalui pemanfaatan sumber
karbohirat dari tanaman lain sebagai substitsi beras atau bentuk tepung
pengganti terigu. Implementasi program tersebut diharapkan dapat mengurangi tingkat
konsumsi beras 1,5 % per tahun (Arifin 2011). Seringnya mengimpor beras untuk
mengatasi kekurangan pangan domestik menjadi penyebab program diversifikasi
kurang berhasil (Widowati 2009). Kemandirian dan kedaulatan pangan mensyaratkan
ketahanan yang meliputi dimensi ketersediaan, aksessibilitas, stabilitas harga
dan utilisasi (keamanan pangan). Ketersendiaan pangan akan terganggu oleh
perubahan iklim, artinya bahwa dengan terjadinya anomali iklim yang ekstrim
berakibat kekeringan atau kebanjiran akan mengancam ketersediaan pangan dan
diperkirakan 25,1 juta jiwa penduduk Indonesia sangat rawan pangan (Arifin
2011).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa tanaman serealia selain padi
yang memiliki potensi cukup besar untuk dijadikan sumber karbohidrat/pangan
dengan nilai gizi yang tidak kalah dengan beras bahkan terdapat zat gizi
tertentu yang lebih tinggi dibandingkan beras. Pemulia tanaman ke depan
tertantang untuk merakit tanaman sereralia selain padi sebagai sumber
karbohidrat dan nutrisi lainnya untuk mendukung kemandirian pangan yang aman
dan berkelanjutan. Upaya ini bertitik tolak pada implementasi UU No. 41/2009
tentang kedaulatan pangan: hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat
menentukan kebijakan pangannya yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya,
serta memberikan hak bagi mayarakatnya untuk menentukan sistem pangan yang
sesuai dengan potensi sumberdaya lokal (Arifin 2011). Beberapa tanaman serealia
non padi sebagai sumber karbohidrat dalam upaya penyediaan pangan secara
berkelanjutan serta mendukung bioindustri akan diuraikan lebih jauh dalam
tulisan ini antara lain adalah jagung khusus (QP M, Provit A, Srikandi Putih,
Bima Putih-1 dan Pulut), sorgum, hermada, millet/jewawut dan jali.
Jagung
(Zea Maize, L) berdasarkan pemanfaatannya dapat digolongkan menjadi tiga
kategori yaitu jagung untuk pangan, pakan dan energi. Khusus akan diuraikan
lebih jauh dalam tulisan ini adalah jagung untuk pangan. Jagung yang dirakit
untuk pangan meliputi jagung putih, nilai protein tinggi dan jagungp ulut yang
biasa juga disebut sebagai jagung fungsional. Jenis jagung utamanya yang
berwarna putih kecuali jagung pulut dapat dijadikan beras jagung atau tepung
jagung sebagai bahan subtitusi beras atau tepung terigu. Sementara jagung pulut
dapat dikosumsi dalam bentuk jagung rebus, jagung bakar atau di buat jagung
olahan seperti marning, bintan lain-lain. Bahkan di Jawa Timur jagung kuning
(Pioneer)
dapat diolah menjadi keripik jagung atau tortila dan di jual di pasar swalayan
dengan harga yang cukup lumayan dapat bersaing dengan keripik dari bahan lain
seperti ubi jalar, ubi kayu, dan talas. Selain itu jagung memiliki komposisi
kimia yang cukup lengkap dengan potensi aktif bahan nutrisi merupakan nilai
unggul jagung dibanding lainnya (Suarni dan Yasin 2011). Dengan demikian jagung
memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penyediaan pangan saat ini
dan masa akan datang. Jumlah aksesi tanaman serealia selain padi yang
terkoleksi di Balai Penelitian Tanaman Serealia hingga tahun 2011 masih
terbatas dan yang agak banyak adalah jagung diikuti oleh sorgum dan gandum.
Tanaman
sorgum (Sorghumbicolor L.) tergolong tanaman rumput-rumputan (Johnson grass)
yang berasal dari benua Afrika dan saat ini sudah tersebar luas ke seluruh
penjuru dunia. Sorgum merupakan salah satu produsen bahan pangan potensi, namun
belum dimanfaatkan secara optimalSorgum mempunyai beberapa kelebihan dibanding
serealia yang lain diantaranya yaitu tahan terhadap kekeringan, adaptif pada
lahan marginal, dapat diratun, produksi biomas tinggi untuk bahan organik atau
pakan ternak, nilai gizi biji tidak kalah dengan beras atau jagung dan batang
serta biji dapat dijadikan bahan baku pembuatan etanol. Beberapa daerah di
Indonesia sejak dahulu mamanfaatkan sorgum sebagai bahan pangan untuk subtitusi
beras atau tepung seperti di Demak, Nusa Tenggara Timur dan Selayar.
Perbandingan nilai nutrisi sorgum, beras dan jagung untuk kandungan karbohidrat
sorgum dan jagung relatif sama masing - masing 73,0 g dan 72,4 g, sedangkan
beras lebih tinggi 78,9 g, namun dari segi protein sorgum lebih tinggi 11,0 g
dibanding beras 6,8 g dan jagung 8,9 g. Sorgum merupakan sumber pangan
sebahagian penduduk dunia, namun di AS terutama digunakan sebagai pakan
khususnya sorgum hibrida rendah kandungan tanin dan fenolik digunakan untuk
pakan burung. Nilai gizi sorgum tidak kalah dengan jagung bahkan sorgum
memiliki kandungan lemak dan protein lebih tinggi dibanding jagung tetapi
rendah vitamin A (Carter et al . 1989.
(Sorgum bicolor Mounh L.) adalah tanaman sejenis serealia atau rumput-rumputan yang berasal dari Jepang dan Amerika Serikat. Di Indonesia hermada merupakan nama lain sorgum dari singkatan harapan masa depan menjadi hermada. Rumput ini dapat dipanen hingga tiga kali , panen pertama pada umur 55 hari setelah tanam dan 2 kali panen berikutnya berselang 45 hari. Rumput hermada memiliki nilai ekonomi tinggi karena malainya digunakan sebagai bahan baku pembuatan sapu salju, sedangkan daun tanaman hermada dapat dijadikan pakan ternak. Malai rumput hermada di Indonesia harganya Rp. 6000 per kgkarena di ekspor ke Jepang dan Eropa. Manfaat hermada untuk pangan adalah bijinya yang sudah diselep dapat digunakan sebagai pengganti beras dengan nilai jual Rp. 800 per kg, rasa nasi biji hermada tidak berbeda dengan nasi beras, namun teksturnya agak liat dibanding nasi beras.
(Sorgum bicolor Mounh L.) adalah tanaman sejenis serealia atau rumput-rumputan yang berasal dari Jepang dan Amerika Serikat. Di Indonesia hermada merupakan nama lain sorgum dari singkatan harapan masa depan menjadi hermada. Rumput ini dapat dipanen hingga tiga kali , panen pertama pada umur 55 hari setelah tanam dan 2 kali panen berikutnya berselang 45 hari. Rumput hermada memiliki nilai ekonomi tinggi karena malainya digunakan sebagai bahan baku pembuatan sapu salju, sedangkan daun tanaman hermada dapat dijadikan pakan ternak. Malai rumput hermada di Indonesia harganya Rp. 6000 per kgkarena di ekspor ke Jepang dan Eropa. Manfaat hermada untuk pangan adalah bijinya yang sudah diselep dapat digunakan sebagai pengganti beras dengan nilai jual Rp. 800 per kg, rasa nasi biji hermada tidak berbeda dengan nasi beras, namun teksturnya agak liat dibanding nasi beras.
Millet/Jewawut
(Setaria italica L.) termasuk tanaman tahan kering, sesuai di lahan
marginal mampu berproduksi 3-4 t/ha. Menutut (Nurmala 2003produksinya jewawut
di Indonesia mampu mencapai 4,0t/ha di lahan marginal sementara tanaman pangan
lain kurang berhasil. Jewawut dapat dijadikan sebagai sumber energi, protein,
kalsium, vitamin B-1, Riboflavin (B-2), sedangkan nutrisi lainnya setara dengan
beras. Jewawut seperti halnya sorgum juga merupakan tanaman serealia yang
potensil untuk pangan akan tetapi sampai saat ini jewawut di Indonesia hanya
dikenal sebagai pakan burung, sedangkan pemanfaatannya untuk pangan belum
banyak diketahui.
Hasil penelitian di Univeritas Sumatra Utara (USU)melaporkan bahwa
millet mengandung asam glutamat yang apabila bergabung dengan senyawa lain
menyebabkan rasa enak pada makanan. Telah dilaporkan pulabahwa di Jawa
Timur. Jewawut/millet digunakan untuk bahan bubur, mie dan kue kering(Publikasi
USU 2013). Selanjutnya dilaporkan pula bahwa kandungan nutrisi tiga jenis
millet/jewawut terutama karbohidrat untuk pangan tidak jauh berbeda
dengan beras maupun jagung bahkan lebih tinggi dibanding gandum.
Jewawut/millet mengandung senyawa penting seperti vitamin B, anti oksidan, bioaktif
dan serat. Selain itu jewawut mengandung gluten yang sifatnya elastis,
kedap udara, sehingga tidak mudah putus saat pencetakan mie.
Tanaman jali (Coix larcyma jobi L.) tergolong jenis tanaman biji-bijian (Serealia) tropika dari suku padi - padian (Poaceae). Tanaman jali berasal dari Asia Timur dan Malaya. Jali sudah dibudidayakan di Tiongkok 2000 tahun lalu, bahkan di India tanaman jali sudah ditanam sejak 4000 tahun yang lalu. Di Indonesia tanaman jali menyebar pada berbagai ekosistem baik iklim kering maupunbasah, seperti yang ditemukan di Sulawesi, Sumatra, Kalimantan. Di Jawa Barat tanaman jali dibudidayakansecara konvensional di beberapa Kabupaten seperti Kab. Bandung, Sumedang, Sukabumi, Garut, Ciamis,dan Indramayu. Beberapa species jali dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat dan juga sebagai bahan obat. Jali yang sudah ditumbuk dapat dibuat, ketan, tape, dodol dan seba gainya. Biji jali dapat dimanfaatkan untuk pembuatan wajik, lemper, klepon dan putu ayu dengan nilai etetika baik hingga sangat baik artinya bahwa produk tersebut sudah diterima oleh masyarakat (Wardani 2011). Jali juga berhasiat dapat dipakai untuk mengobati kanker paru, kanker mulut rahim (Cervic) dan penyakit ginjal (Nurmala, 2003)
Tanaman jali (Coix larcyma jobi L.) tergolong jenis tanaman biji-bijian (Serealia) tropika dari suku padi - padian (Poaceae). Tanaman jali berasal dari Asia Timur dan Malaya. Jali sudah dibudidayakan di Tiongkok 2000 tahun lalu, bahkan di India tanaman jali sudah ditanam sejak 4000 tahun yang lalu. Di Indonesia tanaman jali menyebar pada berbagai ekosistem baik iklim kering maupunbasah, seperti yang ditemukan di Sulawesi, Sumatra, Kalimantan. Di Jawa Barat tanaman jali dibudidayakansecara konvensional di beberapa Kabupaten seperti Kab. Bandung, Sumedang, Sukabumi, Garut, Ciamis,dan Indramayu. Beberapa species jali dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat dan juga sebagai bahan obat. Jali yang sudah ditumbuk dapat dibuat, ketan, tape, dodol dan seba gainya. Biji jali dapat dimanfaatkan untuk pembuatan wajik, lemper, klepon dan putu ayu dengan nilai etetika baik hingga sangat baik artinya bahwa produk tersebut sudah diterima oleh masyarakat (Wardani 2011). Jali juga berhasiat dapat dipakai untuk mengobati kanker paru, kanker mulut rahim (Cervic) dan penyakit ginjal (Nurmala, 2003)
Komentar
Posting Komentar