Tanaman Penghasil Minyak Atsiri

Tanaman Penghasil Minyak Atsitri...

Tahukah kamu apa minyak atsiri itu ?

Minyak atsiri  dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang merupakan bahan yang bersifat mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya yang diambil dari bagian-bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga sebagai bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau dibuat secara sintetis.

Proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu : 
(1) pengempaan (pressing), 
(2) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan 
(3) penyulingan (distillation).

 Penyulingan merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan.

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian.

A. Potensi Indonesia sebagai Sumber Atsiri
Beberapa contoh tanaman sumber minyak atsiri yang tumbuh di Indonesia dan bagian  tanaman yang mengandung minyak atsiri:
  • Akar : Akar wangi, Kemuning
  • Daun: Nilam, Cengkeh, Sereh lemon, Sereh Wangi, Sirih, Mentha, Kayu Putih, Gandapura, Jeruk Purut, Karmiem,  Krangean, Kemuning, Kenikir, Kunyit, Kunci, Selasih, Kemangi.
  • Biji: Pala, Lada, Seledri, Alpukat, Kapulaga,  Klausena, Kasturi, Kosambi.
  • Buah: Adas, Jeruk, Jintan, Kemukus, Anis, Ketumbar.
  • Bunga: Cengkeh, Kenanga, Ylang-ylang, Melati, Sedap malam, Cemopaka kuning, Daun seribu, Gandasuli kuning, Srikanta, Angsana, Srigading.
  • Kulit kayu: kayu manis, Akasia, Lawang, Cendana, Masoi, Selasihan, Sintok.
  • Ranting: Cemara gimbul, Cemara kipas.
  • Rimpang: Jahe, Kunyit, Bangel, Baboan, Jeringau, Kencur, Lengkuas, Lempuyang sari,Temu hitam, Temulawak, Temu putri.
  • Seluruh bagian: Akar kucing, Bandotan, Inggu, Selasih, Sudamala, Trawas.

1. Akar Wangi : 

Akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan. Memiliki bau yang sangat wangi, tumbuh merumpun lebat, akar serabut bercabang banyak berwarna merah tua. Waktu penanaman setiap saat sepanjang tahun, namun yang terbaik adalah di awal musim hujan.
Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan penyulingan uap pada tekanan bertingkat I-3 atm selama 8 – 9 jam dengan laju destilasi 0,7 – 0,8 liter destilat/kg akar/jam. Rendemen rata-rata minyak akar wangi 1,5 – 2%. Mutu minyak akar wangi tidak hanya tergantung pada umur akar, tetapi juga tergantung dari lamanya penyulingan. Bau gosong yang ditimbulkan karena penyulingan yang cepat akan menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi yang diinginkan pembeli.
Komponen yang menyusun minyak akar wangi yaitu: vetiveron,  vetiverol, vetivenil, vetivenal, asam palmitat, asam benzoat, dan vetivena. Banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, parfum, dan bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi mempunyai bau yang menyenangkan, keras, tahan lama, dan disamping itu juga berfungsi sebagai pengikat bau (fixative).
Perkiraan permintaan dunia lebih dari 200 ton / tahun.  Indonesia merupakan pemain penting dengan sentra produksi.

2. Nilam 





 

Nilam (Pogostemon spp) dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah, seperti: dilem (Sumatera-Jawa), rei (Sumbar, pisak (Alor), ungapa (Timor). Dalam perdagangan internasional nilam dkenal sebagai pathcouly. Di kalangan ilmiawan dikenal beberapa spesies Pogostemon sp, antara lain:
  • Pogostemon cablin Benth. Populer  dengan nama nilam Aceh, ciri utamanya adalah daunnya membulat seperti jantung dan di permukaan bagian bawahnya terdapat bulu-bulu rambut. Jenis ini sampai umur 3 (tiga)  tahun hampir tidak berbunga.
  • Pogostemon hortensis Backer. Dikenal dengan nama nilam sabun. Ciri utamanya lembaran daun lebih tipis, tidak berbulu, permukaan daun tampak mengkilat, dan warnanya hijau.
  • Pogostemon heyneanus Benth. Sering disebut nilam hutan atau nilam Jawa. Ciri-cirinya yaitu ujung daun agak runting, lembaran daun tipis dengan warna hijau tua dan berbunga lebih cepat.
Dari ketiga jenis nilam tersebut, yang paling tinggi kandungan minyaknya adalah nilam Aceh (2,5 – 5,0%), sedangkan nilam lainnya rata-rata hanya mengandung 0,5 – 1,5 %. Saat ini telah dikenal 3 varitas unggul nilam Indonesia dengan produktivitas > 300 kg minyak / ha yaitu Sidikalang, Tapaktuan dan Lhokseumawe.
Budidaya nilam tidaklah terlalu sulit, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan memilih jenis varitas nilam, pengelolaan budidaya secara intensif dan lingkungan tumbuh yang memenuhi persyaratan, yakni pada suhu 24 – 28 °C, curah hujan 2000 – 3500 mm / tahun atau kelembaban > 75%, tekstur tanah remah, gembur dan banyak humus, dan ketinggian tanah mencapai 50 – 400 m dpl. Tanaman yang tumbuh di dataran rendah memiliki kadar minyak tinggi, PA (pathchouly alcohol) rendah, dan sebaliknya di dataran tinggi, kadar minyak rendah tapi PA-nya tinggi.

Sentra produksi minyak nilam banyak tersebar di NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Sumsel, Jabar, Jateng, dan Jatim. beberapa daerah juga mulai mengembangkan nilam seperti Sulsel, Kaltim, Kalteng. Tabel I memperlihatkan luas areal dan produksi minyak nilam di beberapa daerah.

Minyak nilam diproduksi dengan cara penyulingan, baik dengan uap (kukus) maupun  uap bertekanan tinggi. Komponen utama dalam minyak nilam adalah PA yng kadarnya berkisr 30%. Komponen inilah yang biasanya dijadikan dasar penentuan mutu minyak nilam yang diinginkan pembeli selain minyak bebas cemaran besi (Fe). Oleh karena itu penyulingan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan ketel berbahan bebas karat (stainless steel) bukan dari besi atau baja yang bersifat korosif.

Minyak nilam digunakan sebagai fiksasif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain dalam komposisi parfum dan kosmetik. Selain digunakan dalam bentuk minyak, daun nilam juga berguna untuk bahan pelembab kulit, menghilangkan bau badan, pengawet mayat dan obat gatal-gatal pada kulit. 

Minyak nilam diekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Singapura, Jepang, Perancis, Switzerland, Inggris, Taiwan, Belanda, Jerman dan Cina dengan volume ekspor sebanyak 2.074.250 kg minyak, nilai ekspor US$ 27.136.913 pada ahun 2004 (BPS, 2007). Perkiraaan pemakaian dunia pada tahun 2006 sekitar 1500 ton / tahun dan Indonesia adalah produsen utama. Situasi tahun 2007 – 2008 yang tidak kondusif (harga berfluktuatif cukup signifikan) berakibat turunnya produksi dan pemakaian sampai lebih dari 40% (Mulyadi, 2008). Performa ekspor minyak nilam Indonesia secara volume (kg) diperkirakan hanya sekitar 50-60% dari ekspor 2006, meskipun secara nilai (USD/Rp) meningkat tajam karena ada lonjakan harga yang signifikan.

3. Sereh Wangi 





Sereh wangi diduga berasal dari Srilangka. Nama latinnya adalah Cymbopogon nardus L., termasuk dalam suku  Poaceae (rumput-rumputan). Varietas sereh wangi yang paling dikenal adalah varitas Mahapegiri (java citronella oil) dan varitas Lenabatu (cylon citronella oil). Varitas Mahapegiri mampu memberikan mutu dan rendemen minyak yang lebih baik dbandingkan varitas Lenabatu.


Daerah  penanaman dan produksi minyak sereh wangi di Indonesia dengan luas areal  pada tahun 2007 sebesar 19.592,25 ha (Tabel 3), terbesar di daerah Jawa, khususnya Jabar dan Jateng dengan pangsa pasar dan produksi mencapai 95% dari total produksi Indonesia. Area lainya adalah NAD dan Sumatera Barat. Daerah sentra produksi di Jawa Barat adalah: Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung, Ciamis, Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap, Purbalingga dan Pemalang (Data Sbdit Tanaman Atsiri, Dittansim, 2008).

Proses pengambilan minyak sereh wangi di Indonesia biasanya dilakukan melalui proses penyulingan selama 3 – 4 jam. Rendemen rata-rata minyak sereh wangi sekitar 0,6 – 1,2% tergantng jenis sereh wangi serta penanganan dan efektifitas penyulingan.

Komponen terpenting dalam minyak sereh wangi adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak atsiri, sehingga kadarnya harus memenuhi syarat ekspor agar dapat diterima. Minyak ini digunakan dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun, sprays, desinfektans, pestisida nabati, bahan pengilap, peningkat oktan BBM dan aneka ragam preparasi teknis

4. Kenanga 










Tanaman kenanga (Cananga odorata) berasal dari Filipina. Di Pulau Jawa tanaman tersebut tumbuh liar. Tanaman kenanga tumbuh subur di dataran rendah dengan kelembaban tinggi, beriklim tropis dan  dekat dengan pantai. Di Jawa, kenanga biasanya ditanam di pekarangan rumah, tidak dibudidayakan.
Bunga yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Rendemen dan mutu minyak tertinggi terdapat pada bunga yang telah matang sempurna (warna kuning tua).

Minyak nenanga diperoleh dengan cara penyulingan bunga kenanga. Di daerah biasanya dilakukan dengan cara rebus. Hasil sulingan terdiri dari beberapa fraksi yang mempunyai komposisi dan mutu yang berbeda. Fraksi dengan mutu paling baik adalah yang mengandung kadar ester dan eter yang tinggi, sesquiterpen yang rendah. Minyak kenanga diekspor masih dalam keadaan crude. Oleh importir Amerika dan Eropa, minyak kenanga biasanya direktifikasi untuk menghasilkan minyak yang lebih jernih dan lebih mudah larut. Minyak yang dihasilkan akan menyusut sebanyak 25%.

Minyak kenanga hanya diproduksi di Indonesia dengan output sebesar 20 ton/tahun. Khusus di Pulau Jawa daerah penghasil minyak kenanga adalah Boyolali dan Blitar. Di dunia pemakaian minyak kenanga masih terbatas dibandingkan minyak ylang-ylang, namun masih tetap penting karena bau minyak kenanga lebih tahan lama dan lebih murah dibandingkan minyak ylang-ylang. Dalam industri, minyak kenanga biasa digunakan sebagai bahan pewangi sabun. 

5. Cendana 





 

Minyak cendana (Santanum album L) di Indonesia banyak terdapat di Pulau Timor. Tanaman cendana berupa pohon kecil yang selalu hijau dengan batang lurus dan bulat tanpa alur. Tanaman ini sangat cocok pada daerah yang berudara dingin dan kering serta intensitas cahaya matahari yang cukup. Bulan kering yang panjang sangat baik pengaruhnya terhadap pembentukan minyak dan aroma. Varietas tanaman cendana yang berdaun kecil, mempunyai kadar minyak yang lebih tinggi pada bagian kayu teras, namun kadar santanolnya lebih rendah.

Minyak cendana diperoleh dari hasil pengulingan jantung kayu cendana dengan waktu penyulingan cukup lama karena titik didih minyak ini cukup tinggi. Rendemennya sekitar 3-5%.
Komponen utama dalam minyak cendana adalah santanol. Dalam perdagangan internasional, kadar santanol tersebut harus lebih dari 90%, jika tidak maka pasar tidak akan menerimanya.

Perkiraan permintaan dunia lebih dari 50 ton/tahun. Indonesia pernah menduduki peringkat ke-2 setelah India (Myrose). Sandalwood oil memegang peranan penting dalam industri wewangian. Selain dapat digunakan untuk minyak wangi sendiri, dapat pula untuk pengikat minyak wangi mahal (Violet, Cassie, Rose, Reseda, dan Ambete).

Pada tahun 2007, volume ekspor minyak cendana sebanyak 403.148 kg dengan nilai ekspor sebesar US$ 3.814.800 (BPS, 2008), naik cukup signifikan dari tahun sebelumnya dengan volume ekspor hanya 21.751 kg dan nilai sebesar US$ 1.736.214.


6. Melati 





 
Ada dua macam varietas melati yang diusahakan yaitu tanaman J. officinale L; dan J. officinale var grandiflorum L. Perancis merupakan negara yang paling banyak memproduksi bunga melati dan terutama diproduksi untuk parfum.

Bunga  setelah dipetik tetap hidup secara fisiologis dan memproduksi minyak atsiri. Produksi minyak atsiri oleh bunga tersebut akan terhenti apabila bunga telah  mati dan membusuk. Untuk mendapatkan minyak bunga melati, dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan sistem enfleurasi (lemak dingin). Dengan cara ini, rendemen yang dihasilkan cukup tinggi dan tingkat kewangian yang tinggi, namun biaya produksinya cukup mahal, sehingga jarang dipergunakan. Cara ekstraksi lainnya adalah dengan mempergunakan pelarut menguap (solvent extraction). Minyak melati yang baru diekstrak berwarna coklat kemerahan, dan mempunyai bau khas minyak melati. Absolute melati bersifat lengket, jernih, berwarna kuning coklat dan mempunyai bau harum. Apabila mengadsorbsi udara, minyak berubah baunya, lebih kental, dan akhirnya membentuk resin.

B. Prosesnya pembuatan minyak atsiri itu bagaimana yah?


Produksi minyak atsiri dari tumbuh-tunbuhan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 
(a) penyulingan (distillation), 
(b) pressing (expression), 
(c) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan 
(d) adsorbsi oleh lemak padat (enfleurasi). 

Di antara keempat cara tersebut yang banyak digunakan oleh industri minyak atsiri adalah cara pertama dan ketiga.
Re-exposure of g1
* Penyulingan adalah metoda ekstraksi yang tertua dalam pengolahan minyak atsiri. Metoda ini cocok untuk minyak atsiri yang tidak mudah rusak oleh panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh wangi, pala, akar wangi dan jahe.

* Pengepresan dilakukan dengan memberikan tekanan pada bahan menggunakan suatu alat yang disebut hydraulic atau expeller pressing. Beberapa jenis minyak yang dapat dipisahkan dengan cara pengepresan adalah minyak almond, lemon, kulit jeruk, dan jenis minyak atsiri lainnya.

* Ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut, cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas. Pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri antara lain kloroform, alkohol, aseton, eter, serta lemak. Sedangkan enfleurasi digunakan khusus untuk memisahkan minyak bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi.

*Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara fisik suatu campuran dua atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang berbeda dengan cara mendidihkan terlebih dahulu komponen yang mempunyai titik didih rendah terpisah dari campuran (Kister, 1990).

Untuk mempermudah proses penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan perlakuan pendahluan (penanganan bahan baku) dengan beberapa cara seperti pengeringan, pencucian dan perajangan.

*Pengeringan dapat mempercepat proses ekstraksi dan memperbaiki mutu minyak, namun selama pengeringan kemungkingan sebagian minyak akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh udara (Ketaren, 1985). Beberapa jenis bahan baku tidak perlu dikeringkan, seperti jahe, lajagoan, dan bahan lain yang disuling dalam keadaan segar untuk mencegah kehilangan aroma yang diinginkan.

*Pencucian biasanya dilakukan untuk bahan-bahan yang berasal dari tanah seperti akar wangi, dan rimpang. Tujuannya adalah untuk membersihkan bahan dari kotoran yang menempel, mencegah hasil minyak agar tidak kotor, dan efisiensi pemuatan bahan dalam ketel suling.

*Perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan, memperluas permukaan suling dari bahan dan mengurangi sifat kamba.  Pada umumnya perajangan dilakukan pada ukuran 20 – 30 cm.

Dalam industri minyak atisiri dikenal 3 macam metode penyulingan yaitu (1) penyulingan dengan air (water distillation), (2) penyulingan dengan air-uap (water and steam distillation), (3) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation).

Gambar 1 memperlihatkan diagram alir proses  penyulingan minyak atsiri secara umum.

Pada pross penyulingan ini, tekanan, suhu, laju alir, dan lama penyulingan diatur berdasarkan jenis komoditi. Lama penyulingan sangat bervariasi mulai dari 3-5 jam untuk sereh wangi, 5 – 8 jam untuk minyak nilam dan cengkeh, 10 – 14 jam untuk minyak pala, dan 10-16 jam untuk minyak akar wangi bergantung kepada  jenis bahan baku (basah / kering), penggunaan tekanan dan suhu penyulingan. Tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi pada minyak, oleh karena itu penyulingan lebih baik dimulai dengan tekanan rendah, kemudian meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses.

Selama proses penyulingan, uap air yang terkondensasi dan turun ke dasar ketel harus dibuang secara periodik melalui keran pembuangan air untuk mencegah pipa uap berpori terendam, karena hal ini dapat menghambat aliran uap dari boiler ke ketel suling.

Pada proses pendinginan, suhu air pendingin yang masuk ke dalam tabung atau kolam pendingin yang ideal sekitar 25-30 derajat C, dan suhu air keluar maksimum 40 – 50 derajat C. Suhu air keluar tersebut dapat diatur dengan memperbesar / memperkecil debit air pendingin yang masuk ke dalam tabung / kolam pendingin.

Pemisahan minyak dari tabung pemisah sebaiknya “tidak diciduk” (diambil dengan gayung), karena hal itu akan menyebabkan minyak yang telah terpisah dari air akan kembali terdispersi dalam air dan sulit memisah kembali, sehingga mengakibatkan kehilangan (loses).

Minyak yang dihasilkan masih terlihat keruh karena mngandung sejumlah kecil air dan kotoran yang terdispersi dalam minyak. Air tersebut dipsahkan dengan menyaring minyak menggunakan kain teflon / sablon. Pemisahan air juga dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengikat air berupa Natrium Sulfat anhidrat (Na2SO4)  sebanyak 1% selanjutnya diaduk dan disaring.

 C. Kondisi Perdagangan Domestik Minyak Atsiri
Re-exposure of g2
Komoditi minyak atsiri yang diperdagangkan di dalam negeri adalah minyak atsiri dalam bentuk kasar (crude essential oil) yang hampir seluruhnya diproduksi oleh petani minyak atsiri atau industri kecil penyulingan yang tersebar di wilayah sentra produksi tanaman minyak atsiri. Mata rantai perdagangan minyak atsiri di Indonesia relatif panjang yang berawal dari petani produsen dan berakhir pada eksportir, dengan berbagai variasi seperti dapat dilihat pada skema rantai tata niaga pada gambar 2.

Eksportir/industri manufaktur sebagai pelaku akhir dalam mata rantai perdagangan minyak atsiri di dalam negeri memperoleh minyak atisiri melalui pedagang perantara. Di antara pedagang perantara adalah juga “agen” atau perwakilan eksportir dan sebagian lain bersifat bebas. 

Pedagang perantara membeli minyak atsiri dari pedagang pengumpul yang berpangkal di daerah-daerah produsen. Pedagang pengumpul umumnya memberikan modal atau uang muka kepada petani/penyuling sehingga minyak yang dihasilkan oleh petani/penyuling harus dijual kepada pengumpul tersebut dengan harga yang ditentukan oleh pembeli/pengumpul berdasarkan mutu yang dinilai secara sepihak oleh pembeli secara subyektif (organoleptik), tidak berdasarkan mutu atau kadar atau kandungan senyawa esensial dalam  produk minyak atsiri tersebut. Artinya, minyak yang bermutu baik atau kurang baik dihargai sama. Inilah yang menyebabkan penyuling melakukan pencampuran minyak atsiri bermutu rendah dengan yang bermutu baik atau bahkan penyuling enggan untuk memproduksi minyak yang bermutu baik.
Re-exposure of g3
Industri minyak atsiri terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktivitas nilai yang satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai nilai juga merupakan  keterkaitan dalam suatu kegiatan usaha sejak bahan baku tanaman sampai dengan konsumen industri, yaitu industri parfum, kosmetik, toiletries, dan pangan.

Industri pangan, farmasi dan kosmetik di dalam negeri merupakan pasar produk minyak atsiri atau turunan minyak atsiri. Potensi pasar yang besar tersebut masih belum dimanfaatkan, oleh karena industri yang mengolah minyak atsiri kasar menjadi produk turunannya masih sangat terbatas. Kebutuhan produk turunan yang dibutuhkan oleh industri pangan, farmasi dan kosmetik diperoleh melalui impor.

D. Perkembangan Ekspor Impor Minyak Atsiri Indonesia
Re-exposure of t8
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, minyak atsiri merupakan komoditi ekspor dan Indonesia merupakan salah satu negara produsen utama minyak atsiri, khususnya minyak nilam, minyak pala, minyak akar wangi, minyak daun cengkeh dan minyak sereh. Daerah tujuan ekspor antara lain meliputi Eropa, Amerika, Australia, Afrika, Cina, India, dan ASEAN. Namun ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar internasional sebagian besar masih berupa produk setengah jati. Kebutuhan industri pangan, kosmetik dan farmasi Indonesia juga masih mengimpor produk turunan minyak atsiri atau minyak atsiri yang telah “dimurnikan”
Statistik perdagangan minyak atsiri Indonesia menunjukan nilai ekspor minyak atsiri tahun 2007 mencapai US$ 101,14 juta dengan 20 jenis minyak atsiri. Pada tahun yang sama, Indonesia mengimpor minyak atsiri, turunan, produk parfum dan flavournya senilai 381,9 juta US$.
E. Perkembangan Harga Minyak Atsiri Domestik dan Ekspor
Harga minyak atsiri sangat dipengaruhi oleh perkembangan industri hilir berbahan baku minyak atsiri yaitu industri parfum, kosmetika, farmasi, industri makanan dan minuman.  Karena itu kebutuhan negara-negara pengimpor terhadap minyak atsiri sangat tergantung pada besarnya  kebutuhan industri-industri tersebut baik yang berasal dari industri-industri pengguna dalam negeri maupun luar negeri. Dinamika sektor hilir akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan harga minyak atsiri.
Penggunaan minyak atsiri dalam produk-produk hilir memerlukan tingkat kemurnian yang tinggi, karena digunakan secata spesifik dalam dosis tertentu dengan persyaratan yang ketat. Sebagai contoh penggunakan minyak atsiri dalam produk-produk aromaterapi yang dapat kita jumpai di salon-salon dan spa. Pada industri besar , penggunaan produk-produk seperti pangan, parfum, kosmetik, toiletries, bahan baku yang digunakan berasal dari turunan minyak atsiri seperti eugenol (dari minyak cengkeh), methyl cedryl ketone (dari cedarwood oil), vetiveryl acetate (dari minyak akar wangi), dsb.

Pada beberapa komoditas, perdagangan minyak atsiri tidak saja berdasarkan bekerjanya aspek fundamental yaitu penawaran global, tetapi juga terdapat aspek non fundamental, seperti sentimen pasar. Sentimen pasar merupakan produk dan sikap seluruh pelaku pasar mulai dari petani, pedagang perantara, eksportir, para importir, para spekulator (fund manager) dan para pengguna akhir (end user) sendiri. Oleh karena tu faktor resiko tetap akan dihadapi oleh para eksportir dalam memutuskan kebijaksanaan penjualannya.

Perilaku harga minyak atisiri ekspor di pasar dunia setiap tahunnya menunjukan pola perubahan harga terbagi menjadi 3, yakni cenderung menurun, relatif stabil, cenderung meningkat atau fluktuatif. Perkembangan harga yang cenderung meningkat menunjukkan masih adanya prospek pasar yang cerah. Pada tingkat penyuling dalam pasar domestik, dari awal tahun 2009 hingga saat ini (Mei  2009), kecenderungan harga minyak atsiri Indonesia masih cukup stabil (Lampiran 1).

Beberapa harga komoditi  atsiri Indonesia cenderung stabil setiap tahunnya, artinya fluktuasi tidak terlalu tajam seperti pada komoditi minyak daun cengkeh dan minyak akar wangi (Gambar 3 dan 4). Minyak daun cengkeh pernah mengalami harga paling rendah, yakni sekitar 3,2 US$ pada tahun 1998, perlahan mulai meningkat  hingga pada tahun 2001 pada level harga 6 US$. Tahun berikutnya mengalami penurunan hingga pada level harga 3,5 US$ dan mulai naik kembali hingga pada tahun 2007 kembali mencapai harga 6 – 6.5 US$.

 Sumber: Dewan Atsiri Indonesia dan IPB, 2009, “Minyak Atsiri Indonesia”. Editor: Dr. Molide Rizal, Dr. Meika S. Rusli dan Ariato Mulyadi.

Semoga bermanfaat :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hama dan Penyakit Tanaman Cabe

Jenis-Jenis Benih

Hama dan Penyakit Tanaman Padi