Produksi Benih

Benih merupakan sarana penting dalam produksi pertanian, juga menjadi pembawa perubahan teknologi. Peningkatan produksi tanaman pangan salah satunya disebabkan oleh penggunaan varitas-varitas unggul disertai teknik budidaya yang lebih baik dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Varitas unggul baru diperoleh melalui pemuliaan tanaman, baik yang dilakukan oleh lembaga penelitian pemerintah maupun indusrti benih yang mempunyai devisi litbang. Hasil pemuliaan tanaman berupa varitas baru mempunyai keunggulan yang harus dipertahankan pada generasi berikutnya melalui perbanyakan yang sekaligus mempertahankan kebenaran genetik dan mutu benihnya. 

Bidang produksi benih dapat dikelompokkan menjadi produksi benih sumber dan produksi benih komersial. Produksi benih komersial perlu didukung dengan program produksi benih sumber secara terus menerus agar dapat menjamin kontinyutas ketersediaan benih bagi petani pengguna. Di Indonesia, untuk benih non hibrida dikenal kelas benih yaitu: Benih Penjenis, Benih Dasar, Benih Pokok dan Benih Sebar.

Selama produksi benih dilakukan upaya-upaya agar diperoleh benih dengan mutu yang tinggi. Dalam hal ini tercakup mutu genetik, fisiologis dan fisik. Mutu genetik mencakup keunggulan varitas tersebut dan kemurniannya tinggi. Mutu fisik dicerminkan dengan bentuk, ukuran, kebersihan, keseragaman, warna dan kecerahan. Mutu fisiologis mencakup kadar air benih, viabilitas dan vigor benih. Beberapa faktor yang berperan dalam keberhasilan produksi benih adalah : mutu benih sumber, areal produksi klondisi iklim dan musim yang tepat, teknik memproduksi benih, penanganan panen dan pasca panen. Semua fakltor dan tahap produksi benih perlu dikendalikan agar diperoleh benih berkualitas tinggi dan jumlah maksimal. Untuk itu perlu diketahui faktor faktor yang dapat mempengaruhi mutu dan hasil benih sehingga dapat diterapkan teknik produksi yang tepat. Dalam kegiatan pengadaan benih, diperlukan jaminan mutu agar petani terlindungi dari kemungkinan penggunaan benih yang berkualitas rendah. 

Sistem pengawasan mutu pada beberapa tahun yang lalu hanya dilakukan oleh Balai Pengawasan dan Sertfikasi Benih (BPSB) yang dikenal sebagai pengawasan eksternal. Mulai tahun 2000, perusahaan benih yang mempunyai laboratorium uji yang sistem produksinya telah memenuhi syarat dapat memperoleh hak untuk memberikan informasi mutu atas produk benihnya, saat ini hak ini telah diperoleh 5 perusahaan benih.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu dan Hasil Benih. Varitas unggul baru yang dihasilkan melalui program pemuliaan hanya akan bermanfaat apabila benihnya tersedia bagi petani. Benih penjenis yang dihasilkan pemulia jumlahnya sangat sedikit sehingga perlu dilipatgandakan agar mencukupi kebutuhan benih untuk sejumlah areal tertentu. Pemulia tanaman bertanggung jawab atas kebenaran mutu benih tersebut. Benih penjenis yang jumlahnya terbatas tersebut dapat diperbanyak menjadi Benih dasar, lalu diperbanyak lagi menjadi benih pokok dan Benih Sebar. Pengawasan mutu ketiga kelas tersebut dilakukan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih

(BPSB) terhadap produsen-produsen yang belum mempunyai sertifikat dari Lembaga Sertifikasi SistemMutu (LSSM).

1. Tujuan memproduksi benih adalah memperoleh benih bermutu tinggi dalam jumlah yang maksimal. Beeberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu dan hasil benih dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Dalam prakteknya, beberapa faktor selama memproduksi benih dapat menyebabkan penurunan mutu benih sehingga perlu memperhatikan semua aspek yang berperan. Secara garis besarnya, kegiatan produksi benih perlu memperhatikan prinsip genetik dan prinsip agronomik.

2. Prinsip genetik.

Selama periode memproduksi benih banyak faktor yang dapat menyebabkan kemunduran genetik benih, sehingga perlu dilakukan pengendalian yang tepat agar diperoleh benih dengan mutu genetik yang tinggi sesuai dengan keunggulan yang dideskripsikan pemulia tanaman ketika varitas tersebut dilepas.Beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama produksi dilapangan adalah :

1. Benih sumber.

Dalam kegiatan produksi benih bersetifikat digunakan benih dari kelas yang lebih tinggi dengan mutu yang baik, yaitu memenuhi persyaratan kemurnian, daya berkecambah, bebas dari benih varitas lain, biji gulma dan penyakit yang terbawa benih. Untuk memperoleh benih sebar, digunakan benih sumber, benih Pokok, dan seterusnya untuk kelas benih yang lain.

2. Sejarah lahan

Lahan yang akan digunakan untuk areal produksi benih perlu diketahui untuk menghindari munculnya tanaman voluntir dan penyebaran penyakit. Tanaman voluntir merupakan tanaman dari varitas lain yang tumbuh dari pertanaman yang telah dipanen sebelumnya. Untuk memproduksi benih padi bersertifikat, lahan yang akan digunakan bekas tanaman padi maka areal tersebut harus dari varitas yang sama atau bekas varitas lain yang sifat sifat fisiknya mudah dibedakan denganvaritas yang akan ditanam dengan persyaratan : a) produsen mau dan mampumengerjakan pengolahan tanah dan melakukan roguing secara intensif, b) sistem tanam harus tandur jajar, dan c) persemaian dilakukan pada areal yang bebas voluntir. Kepastian benih sumber dan sejarah lahan dilakukan pada saat pemeriksaan pendahuluan.

3. Isolasi

Ketentuan isolasi diterapkan untuk menghindari terjadinya penyerbukan silang dari varitas yang berbeda, menghindari tercampurnya varitas lain pada saat panen, dan penyebaran hama dan penyakit dari tanaman inang yang lain. Beberapa jenis isolasi yaitu isolasi jarak, isolasi waktu dan isolasi fisik.

   3.1. Isolasi Jarak : Areal produksi benih suatu varitas perlu mempunyai jarak dengan pertanaman varietas yang lain agar tidak terjadi percampuran. Sifat penyerbukan yang menyebabkan perbedaan jarak isolasi. Tanaman yang menyerbuk sendiri tidak perlu diberi jarak isolasi yang jauh, tetapi tanaman yang menyerbuk silang harus diberi jarak tertentu agar tidak terjadi persilangan.

3.2 Isolasi Waktu. : Diterapkan dengan memberikan selang waktu tanaman yang berbeda antara dua varitas dengan blok/areal yang berdampingan sehingga pada saat pembungaan berbeda (misal minimum 30 hari untuk tanaman padi dan jagung). Bila persyaratan isolasi jarak tidak dapat diterapkan, maka dapat dilakukan isolasi waktu. Tabel 1 menampilkan persyaratan isolasi padi sawah.

3. Roguing

Dalam areal produksi benih bersertifikat, tidak dikehendaki adanya tanaman-tanaman yang tidak diizinkan. Tanaman tersebut dapat berupa tipe simpang, tanaman yang berpenyakit berbahaya dan gulma yang berbahaya. Kegiatan reguing adalah membuang tanaman-tanaman tersebut, yang dapat dilakukan pada fase bibit, fase vegetatif dan fase reproduktif. Tipe simpang dapat muncul karena tanaman memiliki keragaman yang luas dan benih yang digunakan berasal dari hasil persilangan. Hal hal yang perlu diketahui oleh petugas yang melakukan roguing : 1) karakteristik (diskripsi) varitas, 2) karakteristik tipe simpang, 3) penyakit terbawa benih yang sukar dikendalikan dengan perawatanbenih, 4) gulma yang berbahaya, 5 ketidak normalan tanaman (stress hara, suhu dan kelembabantanah), 6) pengambilan contoh dan cara penghitungan untuk sertifikasi. Pemeriksaan lapang dilakukan pada fase vegetatif dan generatif.

4. Kontaminasi mekanis

Hal ini penting dilakukan agar benih tidak tercampur dengan varitas lain melalui percampuranmekanis, misalnya pada saat panen dan pengolahan. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaanpanen maupun pengolahan perlu

5. Wilayah adaptif.

Areal produksi benih hendaknya berada dalam wilayah produksi benih yang sesuai. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi perubahan secara genetik yang merugikan. Varitas unggul yang dihasilkan pemulia biasanya memuat diskripsi tempat tumbuh, sehingga anjuran tersebut perlu diikuti

Sumber : Produksi Benih, Oleh: Wahyu Qamara Mugnisjah, Penerbit: Bumi Aksara.
.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hama dan Penyakit Tanaman Cabe

Jenis-Jenis Benih

Hama dan Penyakit Tanaman Padi